Slider Widget

Responsive Advertisement

Prabowo Klaim Korban Penculikan Dikembalikan, PBHI: Emangnya Belanja di Warung?

Prabowo Klaim Korban Penculikan Dikembalikan, PBHI: Emangnya Belanja di Warung?


GLEGAR.COM PERHIMPUNAN Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) mengkritik klaim Prabowo Subianto yang telah mengembalikan korban penculikan aktivis1998. Penyelesaian kasus tersebut tidak sesederhana klaim Prabowo.

“Bukan soal dikembalikan atau tidak dikembalikan. Memang belanja di warung ada kembaliannya?” kata Ketua PBHI Nasional Julius Ibrani dalam perilisan buku “Kasus Penculikan Bukan untuk Diputihkan” di Tebet, Jakarta Selatan, Kamis, 18 Januari 2024.

Julius menegaskan penculikan dan penghilangan paksa 1998 merupakan fakta hukum. Peristiwa itu diakui konstitusi dan dicatat negara.

“Sudah ada rekomendasi DPR, rekomendasi Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia). Semua berbasis konstitusi,” ujar dia.

Julius menyebut hal itu seharusnya membawa pesan bagi seluruh pihak khususnya pemerintah. Mereka patut menjalankan rekomendasi-rekomendasi yang telah disusun.

“Artinya siapapun yang tidak mematuhi rekomendasi kasus penculikan harus dituntaskan, dia adalah pembangkang hukum,” papar dia.

Julius menuturkan rekomendasi tersebut antara lain pelakunya harus diperiksa dan diadili di hadapan persidangan. Kemudian mereformasi institusi serta pemulihan bagi korban dan keluarga korban.

“Selemah-lemahnya iman, (pembangkang hukum) itu bisa dan harus dipenjarakan,” jelas dia. 

Pemerintah Lakukan Politik Penundaan soal Kasus Penculikan 1998

PENGAMAT militer dari Centra Initiative Al Araf menilai pemerintah menerapkan politic of delay atau politik penundaan soal kasus penculikan aktivis pada 1998. Ada bau amis yang terendus dari hal tersebut.

“Mencoba delay waktu demi waktu sehingga membiarkan keluarga korban meninggal dan akhirnya seolah-olah nanti tidak ada yang memperjuangkan kembali,” kata Al Araf dalam perilisan buku “Kasus Penculikan Bukan untuk Diputihkan” di Tebet, Jakarta Selatan, Kamis, 18 Januari 2024.

Al Araf mengatakan dirinya dan Taufik Pram bergerak merespons hal itu. Caranya dengan berkolaborasi menulis buku Kasus Penculikan Bukan untuk Diputihkan.

“Buku ini ditulis sebagai narasi yang menjelaskan kepada publik bahwa ini belum selesai dan belum tuntas,” papar dia.

Al Araf menyebut pemerintah sengaja mengulur-ulur penyelesaian kasus penculikan. Salah satu buktinya, yakni dengan tidak menjalankan rekomendasi DPR.

“Ada narasi jahat dalam kekuasaan sepanjang 20 tahun yang membangun politic of delay dalam penyelesaian pelanggaran HAM (hak asasi manusia) masa lalu,” ucap dia. 

Sumber: MediaIndonesia

Give Comments