Slider Widget

Responsive Advertisement

Fakta DKP Dibeberkan Lagi, Para Aktivis Ini Ungkap Peran Prabowo di Kasus HAM

Fakta DKP Dibeberkan Lagi, Para Aktivis Ini Ungkap Peran Prabowo di Kasus HAM


GLEGAR.COMSejumlah aktivis mengatasnamakan Gerakan Regenerasi Aktivis 98 (Gerak 98) kembali menggelar bedah ‘Buku Hitam Prabowo Subianto’.

Buku karya Azwar Furgudyama dibedah oleh 3 pembedah dari kalangan Aktivis Sumenep, di antaranya Mahsun Al Fuadi seorang Aktivis Bemmus Jatim dan  Efendi Al Fariz, Aktivis Pemuda, dan Ahmad Firdaus, Aktivis Mahasiswa.

Aktivis Bemmus Jatim, Mahsun Al Fuadi mengatakan, buku tersebut sebagai sarana pengetahuan agar mahasiswa zaman ini belajar tentang sejarah perjuangan aktivis era 1998.

Ia menyebut, buku ini juga menjadi ikhtiar kalangan muda dan aktivis untuk memperjuangkan dan menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) yang pernah diinjak-injak di masa orde baru (orba) dan melibatkan militerisme.

“Terdapat fakta dari Dewan Kehormatan Perwira (DKP) dalam buku, yaitu pemberhentian Prabowo Subianto atas 12 kasus pelanggaran HAM berat, salah satunya penculikan aktivis,” kata Mahsun, Jumat (19/1/2024).

Ia juga menjelaskan, dalam buku tersebut nama Prabowo Subianto menjadi yang paling terang mulai judul hingga isi.

Namun yang harus tanggung jawab atas kasus pelalnggar HAM sesuai yang disebutkan dalam buku tersebut ialah semua unsur negara dan tidak ada hubungannya dengan Pemilu 2024.

“Bedah buku ini tidak ada hubungannya dengan pemilu tahun ini, namun yang jelas dalam buku itu dijelaskan bahwa keterlibatan Pak Prabowo cukup besar perannya terkait kasus Pelanggaran HAM di masa itu,” jelasnya.

Sementara itu, pembedah terakhir Aktivis Pemuda, Mohammad Efendi Alfariz memaparkan fakta sejarah kelam yang dijelaskan dalam buku tersebut yang sangat bertolak belakang kebhinnekaan di Indonesia.

“Indonesia merupakan salah satu negara dengan keberagaman suku bangsa dan budaya yang besar di dunia,” tuturnya.

“Setidaknya, ada 300 kelompok etnis dan 1.340 suku di Tanah Air, perlu kiranya menjaga keharmonisan dan kerukunan dengan menghargai pendapat dan kritikan masyarakat terhadap pemerintahan,” paparnya lagi.

Untuk itu, lanjutnya, aktivis harus memperkuat literasi, serta mencari data dan informasi sebelum mengambil tindakan selanjutnya.

Karena, sambungnya, pengetahuan tentang sejarah selalu bias dan berubah bersamaan dengan pergantian rezim.

“Sejarah selalu ditulis oleh pemenang atau yang berkuasa, namun bagi aktivis pemenang sejarah adalah ia yang memperjuangkan,” pungkasnya. 

Sumber: PojokSatu

Give Comments